Syarir lagu ini termasuk berita yang erat kaitannya dengan hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baihaqi dalam Ad-Dalail meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubaidullah bin Aisyah yang berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, para wanita dan anak-anak mengucapkan:
Thala’al badru ‘alaina
Bulan purnama muncul pada kita
Min saniyyatil Wada’’
Dari bukit Tsaniyatil Wada’
Wajaba syukru ‘alaina
Syukur wajib kita haturkan
Mada’a lil ahida
Atas apa yang diserukan penyeru pada Allah
Baihaqi meriwayatkannya di tempat terpisah dalam Ad-Dalail pada bab orang-orang menyambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat pulang dari perang Tabuk. Kemudian ia mengatakan, “Ini disebutkan ulama-ulama kami saat beliau hijrah ke Madinah dari Mekah, dan kami telah menyebutkan di tempatnya. Bukan ketika beliau tiba di Madinah melalui bukit Tsaniyah Wada’ saat beliau datang dari Tabuk, wallahu a’lam. Namun kami juga menyebutkan kisah ini di sini.”
Al-Hafizh Al-Iraqi mengomentari riwayat ini sebagai hadis mu’dhal, sebab perawi kisah Ubaidullah bin Aisyah (salah satu guru Bukhari) meninggal tahun 228 H. Jadi antara ia dan peristiwa kisah ini ada jarak yang panjang. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath, mengatakan, “Abu Sa’id mengeluarkan dalam Syaraful Mushthafa dan kami meriwayatkannya dalam Fawaidul Khal’i dari jalr Ubaidullah bin Aisyah secara munqathi (terputus sanadnya), “Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk Madinah, budak-budak wanita serentak mengucapkan:
Bulan purnama muncul pada kita
Dari bukit Tsaniyatil Wada’
Syukur wajib kita haturkan
Atas apa yang diserukan penyeru pada Allah
Ini adalah sanad yang mu’dhal. Boleh jadi peristiwa ini terjadi saat kedatangan beliau dari perang Tabuk.” Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya. Ia berkata, “Abdullah bin Muhammad bercerita kepada kami, Sufyan bercerita kepada kami, dari Zuhri, dari Saib bin Yazid yang menuturkan, ‘Aku ingat saat aku keluar bersama-sama anak kecil ke bukit Tsaniyatil Wada’ untuk menyambut kedatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari perang Tabuk’.”
Ibnu Hajar berkata, “Dawudi mengingkari riwayat ini. Ibnul Qayyim mengikutinya dan berkata, ‘Tsaniyah Wada’ itu letaknya searah dengan Mekah, bukan Tabuk. Bahkan arah Tabuk berlawanan dengan arah Tsaniyah Wada’ seperti Timur dan Barat.’
Ibnul Qayyim melanjutkan, ‘Kecuali bila ada bukit lain ke Tabuk. Tsaniyah adalah tanah yang tinggi. Dikatakan juga, jalan di gunung.’ Aku (Ibnu Hajar) berkata, ‘Letak Tsaniyah Wada’ di arah Hijaz tidak menutup kemungkinan orang yang bepergian ke Syam melewati arah tersebut. Ini sesuatu yang jelas. Sebagaimana bisa masuk Mekah lewat satu bukit dan keluar meninggalkannya melalui bukit lain, di mana kedua arah ini nantinya bertemu di satu jalan.
Dalam Al-Halabiyat kami telah meriwayatkan dengan sanad munqathi tentang ucapan kaum wanita ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, ‘Bulan purnama muncul pada kita dari bukit Tsaniyatil Wada’.’ Dikatakan, peristiwa ini terjadi saat kedatangan beliau ke Madinah dalam hijrah, dan dikatakan pula saat beliau tiba dari perang Tabuk.” Demikian Ibnu Hajar menyandarkan pada Ibnul Qayim babwa ia berkata “Tsaniyah Wada’ letaknya searah dengan Mekah, bukan Tabuk.: sementara ucapan Ibnul Qayyim benar-benar berbeda. Ia megnatakan, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat dengan Madinah, orang-orang keluar untuk menyambut beliau. Para wanita, anak-anak dan budak-budak ikut keluar, mereka mengucapkan:
Bulan purnama muncul pada kita
Dari bukit Tsaniyatil Wada’
Syukur wajib kita haturkan
Atas apa yang diserukan penyeru pada Allah
Sebagai perawi keliru dalam masalah ini dengan mengatakan babwa ini terjadi kala kedatangan beliau di Madinah dari Mekah. Ini satu kesalahan nyata, sebab bukit Tsaniyah Wada berada di arah Syam. Orang yang datang dari Mekah ke Madinah tidak bisa melihatnya dan tidak melewatinya kecuali bila ia menuu ke arah Syam terlebih dahulu.”
Sebab penamaan Tsaniyah Wada’ dan babwa bukti ini terletak di arah Tabuk telah disebutkan dalam peristiwa lain, yakni dalam pengharaman nikah mut’ah. Al-Hafizh Ibnu hajar berkata, “Hazimi mengeluarkan hadis Jabir yang menuturkan, “Kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke perang Tabuk. Saat kami sampai di sebuah bukit dekat Syam, datanglah para wanita yang sebelumnya kami pernah nikah mut’ah dengan mereka. Mereka berseliweran di tempat kendaraan kami. Tidak lama kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan kami menceritakan hal itu pada beliau. Ternyata beliau marah dan langsung berkhotbah. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya kemudian melarang nikah mut’ah. Maka di hari itu kami saling meninggalkan (nikah mut’ah). Karena itulah, maka tempat itu disebut Tsaniyatul Wada (bukit perpisahan).” Hadis ini tidak shahih, karena bersumber dari jalur Abbad bin Katsir, seorang perawi yang ditinggalkan.” Syaikh Al-Albani berkata, “Kisah ini secara keseluruhan tidak terbukti shahih.”
Di antara indikasi kelemahan kisah ini, babwa riwayat-riwayat yang shahih tentang masuknya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah saat hijrah tidak menyebutkan –meskipun hanya secara implisit– apa yang bisa menjadi bukti kebenaran kisah ini. Bahkan riwayat-riwayat shahih ini menceritakan kata sambutan penduduk Madinah kala beliau tiba. Bukhari, dalam Shahih-nya bab hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat ke Madinah, meriwayatkan hadis Anas bin Malik. Di dalamnya disebutkan, ‘Maka di Madinah ada yang mengatakan, ‘Nabi Allah datang, Nabi Allah datang.’ Lantas mereka menuju tempat tinggi untuk melihat, mereka mengucapkan, “Nabi Allah datang…”
Dan dalam hadis Bara’ bin Azib disebutkan,” …kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bersuka cita seperti suka cita mereka lantaran kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, para budak wanita meneriakkan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang’.” Dalam riwayat lain, “Lantas para lelaki dan wanita naik ke atap rumah, sedang anak-anak dan para pelayan berhamburan di jalan-jalan. Mereka meneriakkan, ‘Wahai Muhammad, wahai Rasulullah. Wahai Muhamamd, wahai Rasulullah’.”
Sebagai catatan, Ash-Shalihi mengutip dari Muqairizi babwa syair ini diucapkan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari perang Badar. Berarti ini pendapat ke tiga. Tetapi telah dijelaskan bahwa riwayat syair ini tidak shahih. Ibnu Ishaq yang terkenal sangat memperhatikan sirah dan mengikuti peristiwa-peristiwanya tidak menyebutkan lagu ini dalam kitab sirahnya.
Sumber: Masyhur Tapi Tak Shahih Dalam Sirah Nabawiyah, Muhammad bin Abdullah Al-Usyan, Zam-Zam
No comments:
Post a Comment